Tuan Dan Nyonya

“Ma, Papa pulang agak malam. Ada meeting dengan buyer. Papa belum bisa antar Mama ke dokter sekarang.” SMS dari tuan besar untuk nyonya.

“Ya sudah Pa, Mama ke dokter sendiri, biar dianter si Bardi.” Balasan SMS nyonya.

“Min, suruh si Bardi siap-siap. Saya mau ke dokter sekarang.” Teriakan nyonya mengagetkanku yang sedang merapikan tempat tidur besarnya.

Aku berlari menuju ruang belakang.
“Kang, nyonya mau ke dokter. Akang diminta antar dia.”

Bardi mengangguk sambil matanya menatapku tajam. Aku begitu merindukannya, menantikannya mengucapkan kata-kata itu.

Duh, Kang.. kapan kita menikah? Sudah 2 tahun kita pacaran. Sejak aku jadi pelayan di rumah mewah ini, dan kamu jadi sopir tuan dan nyonya.

***

“Min, nyonya sudah berangkat?” Tiba-tiba tuan besar muncul dihadapanku.
“Baru saja berangkat.” Jawabku yang langsung disambut dengan pelukan eratnya. Wajahku dihujani dengan kecupan mesranya. Sedetik kemudian kamipun bergumul dalam gelora membara.

***

“Bardi, hilangkan segala kegusaranmu itu. Biarkan mereka mereguk madu manis itu. Kita juga sedang menikmatinya bukan?” Kepala nyonya disandarkan ke dada Bardi, sambil tangannya mengelus perutnya yang membuncit.

___

Repost dari Ubud Writers Festival, dalam rangka meramaikan FF di Rangkat

**Kompasiana, 8 Desember 2010

0 komentar: