Kulit kusamnya berpeluh dan berdebu. Tubuh kekarnya berbalut kaus oblong putih yang sudah menjadi krem. Dari ujung gang dia berjalan cepat, masuk ke sebuah rumah kecil di seberang jalan ini. Wajahnya memang asing. Tapi aku tahu siapa dia. Seorang yang sedang dikontrak sebagai borongan pada salah satu perumahan baru. Hanya tinggal sendirian saja di rumahnya yang kecil dan kumuh itu.
Bukan itu saja, aku juga mengetahui setiap detil perjalanan hidupnya. Tentu informasi yang terbukti kebenarannya, dan kudapat dari seseorang yang benar-benar terpecaya.
Ya, lelaki itu pada masa mudanya adalah seorang yang gagah rupawan. Ini yang tak terekam pada jejak dan raut mukanya kini. Begitulah, dia menjadi seorang yang digilai banyak wanita. Namun hatinya hanya tertuju pada seorang kembang desa, Maryamah.
Ada cinta tumbuh dihati mereka, mendalam. Namun menjadi terlarang karena tidak disetujui orang tua Maryama. Mereka sudah mempunyai calon untuk menjadi suami Maryamah.
Atas dasar cinta yang kuat dan berjanji sehidup semati, mereka menjadikan hubungan ini terlarang. Maryamah mengandung. Seiring dengan membuncitnya perut, si lelaki itu tiba-tiba menghilang. Lenyap ditelan senyap. Maryamah sedih, hampir saja bunuh diri. Orang tuanya dengan memaksa menikahkan Maryamah dengan lelaki pilihan mereka.
Bisa dibayangkan rumah tangga seperti apa yang dijalani Maryamah. Sang suami ternyata berperangai kasar, apalagi merasa diatas angin.
Kekerasan mewarnai kehidupan mereka. Sampai puncaknya, Maryamah harus menghadap Sang Pencipta, disaat putri mereka berumur 5 tahun. Sang suami pun ditahan.
Hff…. Aku menghela nafas. Membayangkan kisah hidup yang suram ini. Apakah lelaki itu pernah mencari tahu kabar Maryamah? Aku mengetahuinya.Apa mungkin perlu kuberitahu?
Aku masih duduk di bangku kayu warung sederhana ini. Dari dalamnya bisa kulihat rumah lelaki itu, persis di seberang jalan. Ingin sekali kudatangi rumah itu, mengeuk pintunya dan mengatakan
“Ini aku, Ratri, putri tunggal Maryamah, kekasih yang kau campakkan.. Pak!”
Dengan berat kulangkahkan kakiku… kemana? Aku sendiri tak tahu arah mana yang akan kutuju.
**Kompasiana, 3 Desember 2010
0 komentar:
Posting Komentar