Kulit putihnya semakin bersinar dalam bebatan gaun pengantin putih gadingnya. Gaun dengan potongan yang sederhana itu justru terlihat mewah ditubuhnya. Bahan silk dipadu brokat yang tidak terlalu ramai, dengan sedikit berpayet, tetap berkilau indah dimataku.
Belum lagi wajah manisnya yang dipoles bedak dan blush on warna cream, eye shadow yang tidak terlalu kontras dan polesan warna peach dibibir indahnya. Terlihat sangat sempurna, bagi mataku, dan aku berharap demikian juga bagi siapa saja yang nantinya akan melihatnya.
Ah, rasanya aku sudah tidak sabar lagi menanti saat itu tiba, yang sebetulnya hanya tinggal hitungan menit saja. Saat dia akan berjalan dengan anggunnya, menuju altar kebahagian. Tempat berikrar janji sehidup semati yang pastinya saat ini telah diperindah dipenuhi dengan rangkaian mawar putih dan baby breath.
Dan kemudian, ketika momen-momen itu mengalir, sampai pada satu prosesi, dimana mempelai pria akan memberikan kecupan pertamanya pada mempelai wanita yang sudah resmi menjadi istrinya itu… ah .. mengapa tiba-tiba aku merasakan sakit yang luar biasa? Bukankah tadi aku begitu menanti-nantikannya? Menyaksikan kebahagiaan terpancar dari binar cantik matanya adalah impian terbesarku..
Bibirku bergetar. Bagaimana bisa aku mengabaikan semua perasaanku ini? Hatiku sedikit menjerit, pertanda aku belum bisa berdamai dengan kenyataan. Mungkin hanya perlu keikhlasan yang lebih dari sekedar ingin membahagiakan dirinya. Aku mencintainya. Aku mencintainya dan ingin membahagiakannya.
Waktunya sudah tiba, sosok anggunnya melangkah menuju altar didampingi sang ayah.
Today, I will walk with my hands in God….
Today, I will trust in Him and not be afraid…
Sayup-sayup kudengar lagu pengiring itu. Seketika kehangatan menjalari sendir-sendiku, hatiku diliputi rasa damai. Rasa yang kemudian membuat hatiku yang kecil ini serasa menjadi ringan dan lapang. Sebegitu lapangya sehingga membuat diriku terasa bebas merdeka. Sedemikian ringannya serasa diri ini siap terbang lepas. Senyumku memancar begitu tulus, aku merelakannya, aku merelakannya, memasuki gerbang cinta ini, bersamanya, pria berjas hitam itu, yang sejak tadi sudah menantikanmu dengan tidak sabar.
Selamat tinggal cintaku. Aku tak memerlukan lagi cintamu, karena cintaNya telah memanggilku. Sekarang aku siap berjalan bersamaNya, berpegangan pada tanganNya yang kokoh. Doakan kedamaian untukku.
**Kompasiana, 14 Februari 2011
0 komentar:
Posting Komentar