Diposting oleh
Idea
komentar (6)
Hatiku sedikit
gamang. Entah apa yang kupikirkan. Yang jelas, aku tidak bisa kalau tanpamu.
Baru sedikit celah perjalanan yang kutempuh. Belum saatnya aku jalani ini semua
sendiri.
Aku masih sangat
membutuhkanmu. Walau kadang pekik suaramu terdengar sangat menyayat, merobek hatiku.
Namun aku merindukan hadirmu.
Coba lihat diriku,
berjalan tak beraturan, tanpa dirimu yang selalu membimbing arahku. Hingga
sering berbentur dan akhirnya terluka.
Jangan hilang dari
pandangku atau pergi dari sisiku. Bagaimana harus aku luruskan jalan
ini kalau tanpamu yang membimbing.
Memang, ternyata beginilah
nasibku. Inilah aku, tanpamu.
Bantu aku ya, pak
parkir, agar aku bisa parkir dengan rapi dan aman.
-oOo-
Diposting oleh
Idea
komentar (0)
Kau tahu betapa hati ini hanya tertuju padamu. Sekian lama
sudah rajutan asmara kita untai bersama, hingga akhirnya tinggal mengikatkan
satu simpul. Menjadikannya kuat, hingga tak terurai. Menjadi satu bagian utuh
yang tak terpisahkan lagi. Kaupun semestinya begitu, yang kutahu hatimu tak
pernah terbuka pada siapapun. Cukup kepadaku, seperti yang selalu kau
dengungkan pada bisik di telingaku.
“Jadilah milikku, mau?”
Aku menangis. Bukannya menolak, namun aku tak sanggup menjawabnya.
Padahal sekian lama aku mempersiapkan segala jawab apabila tanya ini hadir.
Dengan segala kebesaran hati, aku sudah sangat siap dengan tanya ini. Dan
dengan segala cinta, sudah kusiapkan jawab atas tanyamu. Hingga akhirnya saat itu tiba,
aku justru hanya diam terpaku.
“Jadilah milikku, mau?”
Aku menggelengkan kepala. Bukan. Aku bukan menolak pintamu,
hanya saja kepalaku harus kugelengkan sekencang-kencangnya. Agar bayangmu
hilang dari kepalaku. Juga segala bisikmu di telingaku semalam. Biar kenanganmu saja yang jadi milikku.
Hanya mampu berdoa, semoga kau beristirahat dengan tenang,
sambil terus kukutuk bis sialan yang merenggutmu dariku.
Diposting oleh
Idea
komentar (8)
Aduh, dia besar sekali. Tubuh kekarnya terlihat sangat gagah
dimataku. Rasanya aku akan selalu aman bila dalam pelukannya. Coba lihat, lengannya
yang kuat itu, sepertinya sanggup menopang tubuhku hanya dengan satu lengan.
Dadanya yang bidang, duh sepertinya menjadi tempat ternyaman buatku berlindung.
Kulihat dia berjalan mendekatiku, sambil matanya tak lepas
menatapku. Aku sedikit terkesiap beberapa saat. Mencoba memahami setiap
perasaan yang bergejolak dalam diriku. Dia mendekatiku, jeritku dalam hati. Ya,
selalu saja, aku hanya mampu berucap dalam hati.
Hmmmm... tatapan matanya juga teduh. Rasanya aku tenang bila
sorot matanya bertemu dengan pandanganku. Entah sudah berapa kali kutatap tajam matanya,
ada teduh ditiap lirikannya. Aku hanya bisa menahan nafas, tak mampu
berkata-kata.
“Ah, kamu manis, kataku!” dia mendekatiku.
“Tidak ada yang mampu menyaingi senyum mungilmu ini, gemas
aku, ingin kuciumi terus.” Bibirnya mendekati wajahku. Perasaan berdebar karena
senang dan gembira membuat tubuhku ikut bergetar, walau sekali lagi, tak
sepatah katapun dapat terucap.
Tiba-tiba .. cup! Kecupannya mendarat di pipiku. Terasa
hangat membekas. Aku hanya bisa menatapnya, binar mataku mengatakan bahwa aku
menyukainya.
“Ah ya, sepertinya kami sepakat untuk mengadopsi bayi cantik
ini Bu. Bukan begitu sayang?” Katanya sembari menatap wanita di sampingnya
sambil terus mendekapku yang masih selalu menggeliat dalam bedong.
Aku, lagi-lagi hanya tersenyum tanpa mampu berkata-kata.
-oOo-